Tulisan Pendek: Untuk Ibu
Dear orang penting nomer satu di hidupku,
Saat tulisan ini diketik, Ibu pasti sedang sibuk memasak rendang atau nasi kebuli. Kalau semua sudah matang ya berarti Ibu sedang berlama-lama di tempat sholat -kami tak punya musholla, pojok kamar Ibu adalah tempat sholat beliau- melantunkan doa untuk tiga anaknya yang tidak lagi tinggal serumah untuk sementara.
Anak pertamanya sedang membangun rumah tangga. Kali ini pondasinya terlihat lebih kokoh dibanding sebelumnya. Anak keduanya sedang mengejar apalah itu yang ia sebut makna. Tak sengoyo kemarin, semoga lebih tau apa yang ia cari kali ini. Anak ketiganya -satu-satunya pria di keluarga- sedang belajar agama. 7 tahun lebih sekolah agama membuat kami punya ‘ustad pribadi’ tempat bertanya berbagai permasalahan diniyah.
Tulisan ini tak akan berujung pada kata-kata terima kasih Ibu, maafkan aku Ibu, atau kalimat-kalimat semacamnya. Berterima kasih pada Ibu tak cukup di tuliskan 4-5 halaman blog ini. Apalagi meminta maaf, bisa-bisa minggu ini aku tak melakukan laporan harian ke tempatku bekerja. Tidak ada waktu karena sibuk menulis daftar permintaan maafku pada Ibu. Iya, sebegitu banyak salah dan dosaku padanya. Hiks.
Kutulis ini untuk memberi tahu Ibu, bahwa masakan Ibu adalah alasan anaknya yang nomer dua bertahan dari ‘badai’ bulan November-Desember lalu. Saat hidup sedang memaksanya untuk ‘belajar’ sesuatu. Setelah berulang kali membujuknya untuk pulang dan gagal, Ibu hadir lewat masakan yang dikirimkan seolah ingin memberi tahu bahwa semua ini akan berlalu, dan Ibu akan selalu ada untuknya lewat apapun yang Ibu bisa.
Sangat indah 😍💓
ReplyDelete