Menulis Malang dari Bali

    Semua orang pernah mengunjungi tempat-tempat dan sebagian ingin menyimpan kenangannya lekat-lekat. Mengingat memori manusia yang terbatas dan kadang sulit mengingat detail, maka beberapa orang memutuskan untuk mengabadikannya melalui gambar dan tulisan. Media sosial mulai Facebook, Twitter hingga yang sedang banyak digunakan-people zaman now-Instagram dipilih sebagai sarana menyimpan kenangan tersebut. Lalu, Aku memilih untuk mengabadikan kenangan antara Aku dan Malang di sini, Dunianya Bubba.
 
    Bicara tentang Malang berarti bicara tentang Terminal Arjosari beserta angkot AL yang enggan beranjak jika penumpang belum tumpah ruah sampai kursi kecil di bawah jok dekat pintu masuk ditarik keluar. Juga tentang stasiun Kota Malang dan taman Trunojoyo yang dipenuhi pak lek penjual cilok, batagor, dan sempol di sisi kanan-kirinya. And hey, Bakso Priangan dan Surabi Imut yang terletak beberapa meter dari stasiun juga tidak boleh diskip begitu saja. Selain itu, Tugu Balai Kota menjadi pembahasan menarik jika kita bicara tentang Malang. Sebuah lambang kota yang kemudian membentuk identitas Kota Malang. Baru-baru ini malah ada kuliner yang (katanya) berasal dari Malang dengan menggunakan nama Tugu Malang sebagai brandnya.

   Dan siapa yang tidak kenal Pasming atau Pasar Minggu di jalan Semeru? Event yang sebenarnya dilangsungkan dengan mengusung tema Car Free Day dan bertujuan untuk menyehatkan masyarakat Malang, tapi malah kalah pamor dengan godaan surgawi jajanan Pasar Minggu yang endang bambang dan berpotensi meningkatkan gula darah di waktu yang sama. Reminder!! Jangan pernah melewatkan Bagor Lengko saat berkunjung ke Pasar Minggu. Trims.

But beyond those things, I realized that Malang constructed me. Malang shaped my ideology :')

    Di balik semua hal itu, aku sadar Kota Malang berperan besar dalam 'melukis' aku. Di kota ini aku mulai belajar hidup mandiri tanpa ditemani orang tua dan keluarga. Bersama Malang aku belajar menjadi pribadi yang secara perlahan memahami arti tanggung jawab. Belajar memahami bahwa hidup adalah soal memberdayakan diri dan mengembangkan kualitas pribadi.

     Di malang aku juga mulai berkenalan dengan para filsuf yunani dan mulai  berdebat dengan pemikiran-pemikiran Rusia dan Inggris yang tiada henti menyoal kapitalisme dan sosialisme. Belum lagi saat aku mulai mengenal gaya hidup hedonisme. Suatu keadaan di mana kebutuhan duniawi yang fana ini memonopoli perputaran pundi-pundi rupiah di dompetku. Bayangkan saja bagaimana riuhnya pertarungan ini. However, these social movements shape me now. Aku sangat bersyukur atas apa yang ku pegang saat ini. Paling tidak pada akhirnya  aku tau bahwa  aku sanggup maju dan berkembang dalam menjalani hidup.

    Juga ada satu masa di mana buku nyaris sulit dipisahkan dari tanganku. Aku melahap hampir semua jenis buku.  Novel dan puisi sebagai bagian dari kajian ku di kelas sastra tak luput berperan dalam mengasah rasa dalam jiwaku. Aku merasa bisa menjelajah waktu bersama karya canon milik Keats, Emily, Frost, Shakespeare atau kumpulan puisi Sapardi Damono sampai Aan Mansyur serta novel-novel Tere Liye. Melalui mereka aku sadar akhirnya aku mampu menjadi pribadi yang lebih perasa. Aku merasakan kekhawatiran akan dunia nyata yang kerap mendera manusia yang hidup di dalamnya. Namun, pada sisi lain memberikan motivasi bahwa hari esok selepas segala dera derita akan ada kebahagian yang didamba.

    Dalam salah satu bukunya Tere Liye menulis, “Hidup harus terus berjalan, tidak peduli seberapa menyakitkan atau membahagiakan, biar waktu yg menjadi obat”. Perjalanan waktu, membawa ku pergi dari Malang menuju Bali. Berbekal pengalaman dan pengetahuan yang ku dapatkan, aku memulai hidup yang baru di pulau dewata ini. Sulit sekali rasanya mengubah kebiasaan hidup yang telah berakar di Malang. Namun, aku sadar bahwa perkembangan selalu terjadi diluar zona nyaman. Untuk itulah aku harus berjuang.

    Sebagai pribadi, aku sadar Malang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari gemerlapnya warna warni pandangan hidup ku. Sebuah pengalaman, penemuan jati diri, dan awal dari cita cita selanjutnya. Sebagian dari diri ku terbentuk disana. Sebagian yang lain menemukan tempat nyaman untuk selalu layak dikunjungi sewaktu-waktu. :)

Comments

  1. Hahaha. Aku pernah ngerasain angkutan AL nya😁 mbak wkwkwkkw

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts