Masa Tenang (katanya)

Sekarang masa tenang bukan? Masa dimana tidak boleh lagi mengkampanyekan diri dalam bentuk apapun. Catet ya, ‘dalam bentuk apapun’. Tapi sepertinya itu tidak berlaku di wilayah tempat saya tinggal. Saya kira jika masa tenang tiba, mata ini bisa sedikit lega. Yap, saya sedang membicarakan spanduk-spanduk, billboard, dan stiker-stiker yang dipasang di jalanan. Belum lagi melihat pedagang asongan, tukang becak, bahkan anak kecil yang (ntahlah, mereka bangga atau karna tak ada lagi baju dilemari) menggunakan baju bersablon gambar dua manusia, masing-masing memakai kopyah sembari mengacungkan tangan, dengan bangga memamerkan nomer urut pemilihan yang mereka dapatkan.
Saya kira, saat masa tenang tiba semua yang saya sebutkan tadi akan dicopot pemasangannya. Well.., kecuali bagi mereka yang memakai baju bergambar capres (dan ntah apa alasan mereka menggunakannya) tadi. Tapi nyatanya di wilayah saya tinggal, bendera-bendera partai dan hal-hal yang berbau kampanye masih sangat mudah ditemui. Mungkin telinga memang tenang (tidak mendengar yel-yel yang biasa diteriakkan), tapi sepertinya pandangan mata masih belum bisa ‘tenang’.
                9 Juli besok masa depan Indonesia selama lima tahun kedepan akan ditentukan. Tentu ini bukan pilihan yang mudah bagi masyarakat, terlebih bagi pemilih pemula. Belum lagi banyak berita-berita miring serta fitnah dari masing-masing pendukung capres yang bertebaran di media sosial semacam Facebook dan Twitter, juga broadcast message yang tak henti-hentinya meramaikan BBM. Ada yang dibilang kacung mantan presiden lah, pembunuh aktivis HAM lah, inilah.., itulah... Tapi yang tidak habis pikir, ada juga yang bilang bahwa salah satu dari capres itu kafir. Tidak bisa wudhu, baca al-qur’an tidak lancar,  dan fitnah-fitnah yang bersangkutan dengan agama lainnya. Sungguh, saya paling muak membaca berita tentang pengkafirkan salah satu capres yang sekarang sedang hangat-hangatnya dibicarakan. Saya sadar, politik memang tidak bisa dipisahkan dari agama. Apalagi dalam keadaan Pilpres seperti sekarang dengan mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam.
Tapi ayolah.., bukankah kita tidak berhak mengkafirkan sesama muslim? Selama kita tau dia Islam, dan dia melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim, tak usahlah kita mengkafir-kafirkannya. Masalah benar-tidak cara dia shalat, wudhu dan hal-hal lain yang berkaitan dengan agama, biarkanlah itu menjadi urusan personalnya dengan Sang Pencipta. Baru-baru ini juga beredar gambar salah satu capres yang salah menggunakan kain ihram saat menunaikan ibadah haji. Setelah ditelusuri, ternyata gambar itu murni hasil keusilan seseorang yang diketahui sebagai salah satu pendukung  fanatik tim lawan.
Saya malah khawatir dengan capres yang sebentar-sebentar menjanjikan banyak hal dan tak lupa menyelipkan dasar-dasar agama sebagai penyedapnya. Hari ini dia dicintai banyak orang, maka saya rasa, kedepannya dia juga harus bersiap dibenci banyak orang. Entah karna janji-janji berbumbu agama yang tidak terealisasikan atau karna hal-hal lainnya.

Ah... sudahlah, kawan. Mari kita berdoa, semoga siapapun besok yang terpilih sebagai pemimpin kita lima tahun kedepan, akan benar-benar bisa menepati semua janjinya. Ntah yang sering menggunakan agama sebagai media kampanyenya, atau yang sering  dibilang kafir oleh saudara seimannya. Dan yang paling penting, semoga para pendukung fanatik capres yang kalah, bisa ‘legowo’ menerima kekalahannya. Bukan malah bertindak sebaliknya. Seperti yang telah dituliskan Gus Mus dalam salah satu twitnya: ‘Apa perlu diingatkan lagi bahwa Pilpres adalah persaingan antara saudara sebangsa dengan tujuan yang sama: untuk kebaikan Indonesia dan rakyatnya?’.

Comments

  1. that was aweee...some
    now youre not a kid anymore, haha

    ReplyDelete
  2. Kalau memang mau menulis dengan bahasa Indonesia, maka pergunakan bahasa Indonesia yang baik. Kurangi memakai bahasa asing seperti "So, And Then, Almost", dll. Kecuali jika situ mau menulis dengan berbahasa Inggris. Jangan lupa, setiap istilah asing (yang bukan akar kata bahasa Indonesia) itu harus ditulis miring. Contoh, Legowo (harus dicetak miring), dll.

    Kayaknya situ harus membaca buku EYD dalam panduan menulis dulu biar nd terjadi kesalahan lagi. Heuheu..
    ✔Jangan berhenti menulis karna hanya dikritik dan dikecam oleh satu orang. Itu adalah tantangan, seberapa kuat tulisan itu akan hidup. e_e

    ReplyDelete
  3. ope: thankyou dult, but i prefer to be a kids :p

    ReplyDelete
  4. mas ishom: weisshh...., terimaksih 'masukannya' Gus. ditunggu kritikan-kritikan lain di tulisan selanjutnya :D

    ReplyDelete
  5. ohh capres toh. nice :)
    aku wes komen loh pat

    ReplyDelete
  6. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  7. Owh terimakasi ya kak mansur!
    masi ga usah ditulis opo'o ta sur -,-

    ReplyDelete

Post a Comment